METODE LAPORAN INVESTIGASI DAN PENULISAN LAPORAN

METODE LAPORAN INVESTIGASI DAN PENULISAN LAPORAN

Oleh
Sukriansyah S. Latief SH MH
(Pemimpin Redaksi Harian Fajar)
SEBELUM kita memulai materi ini, perlu saya ingatkan dari awal bahwa jangan pernah berharap akan lahir seorang investigator dari sebuah pelatihan semacam ini. Investigator tidak lahir dari teori-teori atau sebuah pelatihan yang waktunya satu bulan, apalagi kalau hanya hitungan hari. Yang mungkin bisa kita dapatkan adalah pemahaman tentang apa itu investigasi, bagaimana berinvestigasi, dan bagaimana melaporkannya. Sebab, keberhasilan sebuah investigasi, amat bergantung pada kemampuan investigator dan pengalaman lapangannya, serta tunjangan finansial.
APA ITU INVESTIGASI?
Ada banyak teori tentang apa itu investigasi. Tapi untuk memudahkan memahami arti investigasi dalam materi ini adalah,sebuah penyelidikan yang dilakukan seorang jurnalis atau sebuah tim untuk mengungkap sesuatu peristiwa yang disembunyikan seseorang, instansi, atau bahkan negara, yang merugikan orang lain atau orang banyak.
Dari beberapa pakar dan praktisi, investigasi. atau liputan investigasi dirumuskan seperti di bawah ini:
“………..adalah membongkar dokumen…, mengubah kebij akan publik….
(sheila coronel)
“memberitakan sesuatu disembunyikan seseorang”
(newsday)
“liputan jurnalistik yang dalam dan menyajikan persoalan-persoalan publik atau yang menj adi perhatian publik”
(charnley)
“jurnalistik investigasi adalah tanggung jawab dan fungsi utama suratkabar”
(armando doronila)
Dengan melakukan liputan investigasi,
sebenarnya barulah pers menjalankan fungsinya yang mendasar. Sebab dari sebuah liputan investigasi, akan terpenuhi beberapa hal:
Fungsi kontrol sosial (watchdog) atas kekuasaan publik berdasarkan prinsip demokrasi akan berjalan.
1. Hak masyarakat untuk mengetahui informasi akan terpenuhi.
2. Laporan yang lebih lengkap jelas tentang sebagian seluruh kejadian yang telah sedang terjadi.
Liputan investigasi ini menjadi penting,khususnya di Indonesia, karena kondisi negara kita yang hampir seluruh institusinya kurang dipercaya lagi, kalau tidak ingin dikatakan tidak dipe~caya lagi. Para penegak hukum tidak mampu dan malah mempermainkan hukum. Tak ada law enforcement, semua persoalan kolusi, korupsi, dan nepotisme diselesaikan dengan ‘atur damai’ yang ujung­-ujungnya adalah ‘uang’.
Lembaga lain, yang diharap dapat membantu, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), juga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), bahkan KPK, ternyata juga tidak maksimal. Di sinilah peran media sangat penting, karena independensinya jauh lebih besar dari beberapa lembaga lainnya.
Media dapat melakukan fungsi pengawasan, misalnya dengan menyediakan ruang dan waktunya untuk menampilkan opini publik dan mendorong opini publik. Lebih jauh tentunya adalah dengan melakukan investigasi sendiri.
Hanya saja, untuk sebuah liputan investigasi, tidak semudah dengan liputan­liputan lainnya. Untuk sebuah liputan investigasi yang serius dan profesional dibutuhkan beberapa prasyarat:
1.   Adanya media yang bebas dan independen, serta menyiapkan waktu dan dana (berhubungan dengan pemilik modal).
2.   Tersedianya sumber daya manusia(jurnalis) yang tangguh dan  berpengalaman.
3.   Adanya sikap dan persepsi masyarakat yang kondusif terhadap jurnalistik investigatif (kepercayaan dan keterbukaan masyarakat).
4.   Tidak adanya tindakan represif, baik dari kelompok masyarakat,instansi, negara (seperti sensor).
Sejak dulu sebenarnya liputan investigasi ini sudah dilakukan, meski masih sangat terbatas dan dengan topik tertentu. Misalnya kasus korupsi Taher di Pertamina, tenggelamnya kapal Tampomas, dan pembajakan pesawat Woyla (TEMPO.
Saat ini, setelah angin reformasi berhembus dan kran kebebasan pers semakin dibuka,beberapa media kembali mengembangkan liputan ivestigasi. Meski yang diliput belum kasus-kasus kakap, tapi media seperti Media Indonesia dan TEMPO sudah melakukannya. Sementara media di daerah atau media yang masih kecil, masih kesulitan pada SDM, dana, dan waktu.
BAGAIMANA BERINVESTIGASI?
Investigasi padamulanya bisa berawal dari sebuah cerita atau bahan gunjingan. Baik itu berasal dari orang di jalan, teman, tetangga, pejabat, aparat, atau lainnya.
Dari cerita-cerita itu, tentu tidak begitu saja kita terima, namun harus dipilah antara cerita fakta dan cerita fiksi. Biasanya,bila merupakan fakta, dimuat juga sekilas di media televisi, radio, atau cetak. Apabila kita telah yakin bahwa cerita itu adalah fakta dan memenuhi syarat investigasi, antara lain menyangkut kepentingan umum (publik),, kasusnya besar (uang) dan melibatkan orang-orang besar (skandal), dan dampaknya besar, maka investigasi sudah bisa dimulai. Tapi bila ceri ta itu tidak benar atau hanya fiksi, maka putuskan untuk menunda atau bahkan menghentikannya.
Langkah selanjutnya dimulai dengan melakukan penelitian awal (riset). Cari tahu kebenaran dan latar belakangnya melalui sumber lain, buku pustaka, dokumentasi, internet, dan temuan lapangan. Setelah lengkap, barulah kita membuat outline investigasi. Hal ini penting agar liputan tidak melebar tapi terfokus pada satu masalah.
Dalam outline itu termuat angle, jadwal deadline, jumlah jurnalis yang ditugaskan,nara sumber (pokok dan sekunder), dokumen yang dibutuhkan, inforrnasi yang dibutuhkan dibuat dalarn daftar pertanyaan, dan foto-­foto yang diperlukan. Hal ini dibuat dalam sebuah daftar tugas.    Angle     menjadi penting agar isi liputan tidak lari kemana-mana.
Namun begitu, di lapangan biasanya ditemukan angle lain yang lebih menarik. Dalam hal ini, bisa saja angle ditambah (tambah tulisan) atau malah diganti, tergantung situasi dan kenyataan di lapangan.
Setelah outline dibuat dan dibagikan kepada jurnalis, maka mulailah pekerjaan lapangan yang sebenarnya dilakukan. Yakni, wawancara dan reportase. Hal lnl diperkuat dengan riset pendalaman.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalarn wawancara adalah: persiapkan perlengkapan dan dokumentasi yang dibutuhkan, hindari mendokumentasi perasaan atas pendapat pribadi pemberi informasi tentang sesuatu atau seseorang (kecuali pendapat saksi ahli), hindari meminta pernyataan resmi melalui telepon, pernyataan harus sedetil mungkin dan dan terjaga hubungan antar informasi.
Sementara untuk wawancara dengan tersangka, mesti memperhatikan hal-hal berikut: memastikan keakuratan dan memberikan kesempatan kepada tersangka untuk menanggapi, jangan mewawancarai tersangka bila belum dirasa perlu atau bukti-bukti yang diperlukan belum lengkap, tunjukkan dokumen bila tersangka mengelak, pahami tersangka, latar-belakangnya, respon-respon yang mungkin timbul, argumentasi atau alibinya, dan bagaimana reaksinya selama wawancara.
Dalam wawancara, sebenarnya telah terjadi apa yang disebut sebagai reportase. Hanya saja, reportase perlu dianggap bagian tersendiri karena liputan investigasi baru bisa ‘hidup’ bila dilengkapi dengan reportase.Makin banyak reportase, maka tulisan akan semakin mudah dicerna/dimengerti oleh pembaca. Malah bila perlu, dibuatkan satu-dua feature yang berkaitan dengan angle liputan.
Ingat pula untuk tidak mengabaikan foto, memo, buku harian, coret-coretan, rekening bank dan telepon, bahkan surat pribadi pun diteliti dengan baik. Bila perlu, copy atau ganda kan dokumentasi tersebut. Dalam hal ini, penyamaran diperbolehkan, asalkan siapkan tanda pengenal. Usahakan tidak ada masalah dalam penyamaran tersebut.
Langkah selanjutnya adalah riset pendalaman. Riset ini harus mendapatkan kemajuan dari riset awal. Cari latar belakang dan semua keterangan dari setiap enti tas   yang muncul,seperti nama orang,kelompok, organisasi, perusahaan. Agar lebih sempurna, lengkapi dengan tabel, matrik atau gambaran sederhana dari hubungan mereka dengan liputan investigasi. Lengkapi pula dengan konfirmasi lobi dengan wartawan lain, anggota LSM, polisi, pengemis sampai jenderal sekalipun.
Langkah terakhir setelah semua bahan didapatkan adalah penilaian bahan. Di. sini kita mengampulkan semua bahan yang didapatkan jurnalis. Apabila bahan yang didapatkan masih kurang atau tidak lengkap, maka mesti ditunda untuk dilengkapi. Tapi bila sudah lengkap, maka mulailah dilakukan penulisan laporan.
PENULISAN LAPORAN
Pada dasarnya tidak ada laporan investigasi yang baku. Penulisan laporan ini amat bergantung pada selera dan kebijakan media yang bersangkutan. Hanya saja, semua laporan investigasi itu harus menarik, sehingga orang tertarik untuk membacanya.
Untuk lebih menarik pembaca, biasanya ada media yang menuliskannya dengan gaya sastra.
Namun demikian, secara umum penulisan investigasi itu berstruktur seperti ini:pertama ada round up yang berupa rangkuman seluruh cerita, lalu masuk pada isi berita yang berupa sub angle, dan terakhir sebagai penutup adalah wawancara nara sumber atau reportase.
Biasa pula laporan itu dilengkapi dengan grafis, tabel, foto-foto, sketsa, dll.



0 komentar: